Tampilkan postingan dengan label Bitcoin. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bitcoin. Tampilkan semua postingan

Bitcoin Ambruk, ETF BlackRock Kebanjiran Outflow US$2,2 Miliar — Analis Max Jimmy Pasaribu Beri Rekomendasi Strategi Aman ke Depan

 


Pasar kripto kembali mengalami guncangan besar setelah Bitcoin anjlok tajam dan memicu gelombang keluar dana dari berbagai produk investasi, terutama ETF berbasis Bitcoin milik BlackRock. Dalam beberapa hari terakhir, nilai outflow dari ETF raksasa tersebut disebut mencapai US$2,2 miliar, menandai salah satu arus keluar terbesar sejak produk itu diluncurkan.

 

Kondisi ini menimbulkan kecemasan di kalangan investor global dan dianggap sebagai sinyal bahwa tren bullish sebelumnya sedang diuji oleh tekanan pasar yang kuat. Namun, menurut Max Jimmy Pasaribu, analis keuangan dan pengamat pasar kripto, fenomena ini bukan hanya tanda kelemahan, tetapi juga bagian dari cycle cleansing yang biasa terjadi pada aset berisiko tinggi.

 


 Gelombang Outflow yang Mengguncang Pasar

 

ETF Bitcoin milik BlackRock sebelumnya menjadi salah satu instrumen kripto yang paling banyak diminati dengan arus masuk dana besar dari institusi global. Namun, fase koreksi Bitcoin yang menembus area penurunan lebih dari 30% membuat sentimen pasar berubah drastis.

 

Sebagian investor institusi yang memiliki posisi besar memilih melakukan profit-taking atau mengurangi risiko portofolio. Hal inilah yang memicu outflow hingga 2,2 miliar dolar AS, sebuah angka yang mencerminkan kekhawatiran besar terhadap volatilitas jangka pendek.

 

Penurunan Bitcoin juga diperparah oleh kondisi makro global:

 

  •  Ketidakpastian suku bunga The Fed
  •  Pelemahan likuiditas di pasar
  •  Kekhawatiran akan penurunan harga yang lebih dalam
  •  Pembersihan besar-besaran terhadap posisi leverage

 

Tekanan ini menimbulkan efek domino yang mempercepat penjualan aset kripto oleh pelaku pasar ritel maupun institusional.

 


 “Ini Bukan Akhir Bull Market,” — Max Jimmy Pasaribu

 

Menurut Max Jimmy Pasaribu, arus keluar dana yang besar tidak serta-merta menunjukkan hilangnya minat institusional terhadap Bitcoin.

 

Dalam ulasannya, ia menyampaikan:

 

“Outflow besar biasanya menggambarkan restrukturisasi posisi, bukan ditinggalkannya aset. Institusi tidak membuang Bitcoin karena tidak percaya, tetapi karena sedang menyeimbangkan portofolio setelah lonjakan volatilitas.”

 

Ia menegaskan bahwa struktur pasar jangka panjang Bitcoin masih kuat. Menurutnya, ETF cenderung mencatat arus keluar besar pada fase koreksi dalam, lalu kembali mencatat inflow kuat ketika stabilisasi mulai terbentuk.

 

Max juga menambahkan:

 

“Selama fundamental Bitcoin tetap kokoh — seperti adopsi institusional, kelangkaan setelah halving, dan pergeseran aset global ke alternatif — koreksi adalah momen akumulasi yang sangat bernilai.”

 


 Level-Level yang Perlu Diwaspadai

 

Max menyoroti beberapa zona penting yang menentukan arah Bitcoin ke depan:

 

  •  Area bahaya (risk zone): US$73.000 – US$84.000
  •  Area pembentukan bottom: US$76.000 – US$82.000
  •  Area beli akumulasi: US$78.000 – US$88.000 (bertahap, bukan sekaligus)
  •  Area pemulihan bullish: di atas US$95.000 dengan volume tinggi

 

Menurutnya, selama Bitcoin tidak menembus support kuat di bawah US$73.000, pasar masih berada dalam struktur bullish jangka panjang.

 

 Rekomendasi Trading dan Investing Aman ala Max Jimmy Pasaribu

 

Max Jimmy Pasaribu memberikan rangkaian strategi yang dapat diterapkan oleh investor pemula maupun trader berpengalaman untuk menghadapi volatilitas ekstrem saat ini.

 

 

 1. Jangan Full In — Gunakan Sistem Entry Bertahap

 

> “Masalah terbesar trader adalah membeli sekaligus.”

 

Max menyarankan metode:

 

 DCA (Dollar Cost Averaging) mingguan,

 Entry bertahap saat harga jatuh,

 Hindari entry agresif saat pasar panik.

 

Dengan cara ini, risiko penurunan harga dapat ditekan, dan posisi menjadi lebih stabil.


 

 2. Bagi Portofolio Menjadi 3 Bagian

 

 A. 60% untuk Long-Term Investing (Aset bertahan 1–4 tahun)

 

Fokus pada:

 

  •  Bitcoin
  •  Ethereum
  •  ETF BTC/ETH
  •   Tidak melakukan trading aktif.

 

 B. 30% untuk Swing Trading (1–8 minggu)

 

Dipakai untuk memanfaatkan volatilitas di zona bawah.

 

 C. 10% untuk High-Risk/High-Reward

 

Seperti altcoin besar atau small cap — tetapi hanya jika kondisi pasar cukup stabil.

 


 

 3. Pasang Stop-Loss & Take-Profit Realistis

 

Max menilai trader ritel sering rugi bukan karena salah analisa, tetapi karena:

 

  •  tidak disiplin cutloss,
  •  terlalu lama berharap harga berbalik,
  •  menetapkan target tidak realistis.

 

Ia menyarankan:

 

  •  Stop-loss: 5–8% dari titik entry
  •  Take-profit: 10–15% untuk posisi pendek
  •  Trailing stop: setelah profit lebih dari 12%

 


 4. Jangan Ikut Panik, Gunakan Data ETF & Arus Dana

 

Max menyarankan untuk memantau:

 

  •  Arus masuk/keluar ETF Bitcoin
  •  Volume on-chain
  •  Likuidasi futures
  •  Indeks Fear & Greed

 

> “Jika outflow ETF mulai mengecil, itu tanda bahwa fase kapitulasi sudah selesai dan pasar siap rebound.”

 


 

 5. Fokus pada Aset Nyata & Arus Kas juga Penting

 

Max Jimmy Pasaribu menekankan bahwa investor harus tetap menyeimbangkan portofolio antara aset digital dan aset nyata seperti:

  •   usaha riil,
  •  properti kecil,
  •  bisnis arus kas.

Tujuannya agar:

  •   risiko kripto tidak menelan seluruh portofolio,
  •  stabilitas keuangan jangka panjang tetap terjaga.

 


 Kesimpulan

 

Koreksi besar Bitcoin dan outflow US$2,2 miliar dari ETF BlackRock menciptakan tekanan besar pada sentimen pasar. Namun, analis Max Jimmy Pasaribu menilai fenomena ini masih wajar sebagai bagian dari dinamika siklus kripto.

 

Dengan strategi yang disiplin, pembagian portofolio yang bijak, serta fokus pada fundamental jangka panjang, kondisi ini justru dapat menjadi peluang akumulasi yang menguntungkan.

 

Robert Kiyosaki Jual Bitcoin Rp 37 Miliar


 

Penulis buku populer *“Rich Dad, Poor Dad”*, Robert Kiyosaki, mengungkap bahwa ia baru saja melepas sebagian kepemilikan Bitcoin miliknya senilai US$2,25 juta atau sekitar Rp37,58 miliar (kurs Rp16.700/US$). Transaksi itu dilakukan pada Jumat (21/11/2025) dan langsung menghasilkan keuntungan besar dalam waktu singkat.

 

Menurut laporan Crypto News, dana hasil penjualan tersebut langsung dialihkan Kiyosaki ke sejumlah bisnis konvensional miliknya. Ia menyebut langkah ini sebagai upaya memperkuat arus kas jangka panjang dibanding hanya mengandalkan pertumbuhan nilai aset yang sudah dimiliki.

 

Kiyosaki menjelaskan bahwa ia membeli Bitcoin sejak bertahun-tahun lalu di kisaran harga US$6.000 dan menjualnya ketika harga berada sekitar US$90.000. Keputusan itu membuatnya mengamankan keuntungan yang sangat signifikan. Ia juga memperkenalkan strategi baru bernama *“$27,5K Monthly Cash-Flow Plan”*, yang mulai ia terapkan setelah profit dari Bitcoin tersebut direalisasikan.

 

Kepada para pengikutnya, Kiyosaki memaparkan bahwa modal dari penjualan Bitcoin akan dialokasikan ke dua pusat bedah serta sebuah usaha billboard. Ia memperkirakan ketiga unit bisnis itu akan mulai menghasilkan pendapatan bebas pajak sekitar US$27.500 per bulan pada Februari 2026.

 

Ia menegaskan bahwa langkah tersebut selaras dengan prinsip investasinya selama puluhan tahun yaitu fokus membangun aset yang menghasilkan arus kas, bukan semata mengejar kenaikan harga. Menurutnya, strategi ini jauh lebih berkelanjutan dan konsisten dengan filosofi keuangannya.

 

Meski melepas sebagian kepemilikannya, Kiyosaki menegaskan bahwa sikap optimistisnya terhadap Bitcoin tidak berubah. “Saya tetap sangat bullish terhadap Bitcoin dan akan kembali membeli menggunakan arus kas positif dari bisnis saya,” ujarnya.

 

Sebulan sebelumnya, Kiyosaki kembali memperkirakan bahwa harga Bitcoin berpotensi menembus US$250.000 pada 2026. Ia juga memproyeksikan harga emas dapat mencapai US$27.000 per ounce, mempertegas keyakinannya terhadap instrumen berbasis aset nyata.

 

Pengumuman tersebut muncul saat Bitcoin tengah berada dalam fase koreksi terdalam pada siklus pasar tahun ini. Harga sempat turun ke US$80.537 pada Jumat sebelum kembali pulih ke sekitar US$84.000. Kondisi itu menambah tekanan bagi trader yang telah terdampak aksi jual selama sebulan terakhir.

 

Indeks Crypto Fear & Greed bahkan merosot ke angka 11, menandakan kondisi *extreme fear* sekaligus menjadi salah satu level terendah dalam beberapa tahun terakhir. Penurunan ini mencerminkan meningkatnya kepanikan pelaku pasar kripto.

 

Sejak mencapai rekor tertinggi di atas US$126.000 pada Oktober, Bitcoin telah merosot lebih dari 33%. Penurunan tajam ini terjadi tidak lama setelah peristiwa likuidasi masif pada 10 Oktober yang menghapus miliaran posisi leverage. Kondisi tersebut memunculkan diskusi baru mengenai ke arah mana pasar akan bergerak.

 

Para analis masih terbagi pendapat. Sebagian melihat ini sebagai fase pembersihan jangka pendek, sementara yang lain menilai bisa menjadi awal tren turun yang lebih panjang. Peter Brandt, seorang trader kawakan, menyebut bahwa Bitcoin masih memiliki peluang menembus US$200.000 pada kuartal III 2029. Menurutnya, gejolak semacam ini justru sehat untuk struktur jangka panjang pasar.

 

Pandangan serupa juga disampaikan tim analis Bitfinex. Mereka menilai maraknya arus keluar dari ETF Bitcoin lebih banyak dipicu oleh pelepasan posisi jangka pendek, bukan melemahnya minat institusional. Menurut mereka, pelemahan harga saat ini tidak mencerminkan perubahan fundamental atau hilangnya keyakinan investor besar.

 

Sementara itu, peneliti Bitwise, André Dragosch, mengingatkan bahwa Bitcoin masih mungkin turun sebelum mencapai titik dasar siklus. Ia memetakan zona *“max-pain”* berada pada kisaran US$73.000 hingga US$84.000, yang ia anggap sebagai area potensi *fire sale*.

 

Rentang itu juga berhubungan dengan basis biaya sejumlah pemain besar, termasuk ETF IBIT milik BlackRock di sekitar US$84.000 dan pembelian terbaru MicroStrategy yang berada di kisaran US$73.000. Dragosch menilai titik dasar akhir Bitcoin sangat mungkin terbentuk di area tersebut.

 

Perdebatan makin memanas karena pasar belum pasti apakah penurunan dari level puncak US$125.000 sudah menandakan kapitulasi penuh. Sebagian investor percaya institusi besar tidak akan membiarkan harga turun lebih dalam karena berpotensi merugikan klien mereka. Di sisi lain, ada juga yang menilai leverage pasar belum sepenuhnya terbuang.

 

Situasi ini menggambarkan meningkatnya fase ketidakpastian. Pergerakan Bitcoin kini berada di wilayah yang dianggap rapuh oleh banyak analis, membuat perhatian investor semakin tertuju pada arah pasar selanjutnya dan dinamika kripto secara keseluruhan.

 

===

Robert Kiyosaki Jual Bitcoin Rp 37 Miliar, Cuan Besar dalam Sehari

 

Baca artikel CNBC Indonesia "Robert Kiyosaki Jual Bitcoin Rp 37 Miliar, Cuan Besar dalam Sehari" Jakarta, CNBC Indonesia - Penulis terkenal "Rich Dad, Poor Dad" Robert Kiyosaki mengungkap bahwa ia telah menjual Bitcoin senilai US$2,25 juta atau setara Rp37,58 miliar (asumsi kurs Rp16.700/US$) pada Jumat (21/11/2025) akhir pekan lalu.

Melansir Crypto News, Ia pun mengalihkan dana tersebut ke bisnis tradisional miliknya untuk memperkuat arus kas jangka panjang. Kiyosaki menegaskan langkah ini dilakukan untuk meningkatkan pendapatan ketimbang hanya mengandalkan dari aset yang sudah ada.

 

Kiyosaki mengatakan ia pertama kali membeli Bitcoin "bertahun-tahun lalu" di kisaran US$6.000 dan keluar di sekitar US$90.000, sehingga mengunci keuntungan besar. Ia juga menyebut rencana yang disebutnya sebagai "$27,5K Monthly Cash-Flow Plan" sebagai strategi baru setelah realisasi keuntungan tersebut.

 

Kepada para pengikutnya, Kiyosaki menjelaskan bahwa modal hasil penjualan Bitcoin itu akan diinvestasikan ke dua pusat bedah dan sebuah bisnis billboard. Ia memperkirakan ketiga usaha tersebut akan menghasilkan pendapatan bebas pajak sebesar US$27.500 per bulan pada Februari 2026.

 

Strategi itu, katanya, sejalan dengan fokusnya selama ini pada pembangunan aset-aset penghasil arus kas dibanding hanya mengejar kenaikan harga. Kiyosaki menegaskan bahwa pendekatan tersebut lebih konsisten dengan filosofi investasinya dalam beberapa dekade terakhir.

 

Meski melepas kepemilikannya, Kiyosaki menegaskan pandangannya terhadap Bitcoin tidak berubah. "Saya masih sangat bullish dan optimistis pada Bitcoin dan akan mulai membeli lagi menggunakan arus kas positif," ujarnya.

 

Bulan lalu, Kiyosaki kembali memproyeksikan harga Bitcoin mencapai US$250.000 pada 2026 dan memperkirakan emas akan menyentuh US$27.000 per ounce. Hal ini menegaskan komitmennya terhadap investasi pada aset-aset fisik.

 

Pengumuman Kiyosaki muncul di tengah salah satu fase koreksi terdalam siklus ini. Bitcoin sempat jatuh ke US$80.537 pada Jumat sebelum pulih ke kisaran US$84.000, memperburuk kekhawatiran trader yang sudah tertekan oleh aksi jual selama sebulan terakhir.

 

Indeks Crypto Fear & Greed merosot ke level 11 yang menandakan "extreme fear", sekaligus menjadi salah satu posisi terendah dalam beberapa tahun. Penurunan ini mencerminkan meningkatnya kecemasan di kalangan pelaku pasar.

 

Bitcoin telah turun lebih dari 33% dari rekor tertinggi Oktober di atas US$126.000, yang dicapai hanya beberapa hari sebelum peristiwa likuidasi besar pada 10 Oktober yang menghapus miliaran dolar posisi leverage. Koreksi tajam ini memunculkan perdebatan mengenai arah pasar selanjutnya.

 

Para analis masih terpecah apakah pelemahan ini hanya fase pembersihan jangka pendek atau awal dari tren turun yang lebih panjang. Trader Peter Brandt mengatakan pada Kamis bahwa Bitcoin masih berpeluang mencapai US$200.000 pada kuartal III 2029, dengan alasan bahwa gejolak pasar justru menyehatkan struktur jangka panjang.

 

Analis Bitfinex juga mengungkapkan pandangan serupa, mencatat bahwa rekor arus keluar dari ETF Bitcoin lebih mencerminkan posisi jangka pendek ketimbang menurunnya minat institusional atau melemahnya fundamental. Mereka menilai pelemahan tidak berarti perubahan pada keyakinan investor besar terhadap aset kripto tersebut.

 

Peneliti Bitwise André Dragosch memperingatkan bahwa Bitcoin masih berpotensi turun sebelum mencapai titik dasar siklusnya. Ia menilai zona "max-pain" berada di rentang US$73.000 hingga US$84.000 yang dianggap sebagai level "fire sale".

 

Dragosch menjelaskan bahwa rentang tersebut berkaitan dengan basis biaya pemain besar seperti ETF IBIT milik BlackRock di US$84.000 dan pembelian terbaru MicroStrategy di sekitar US$73.000. Menurutnya, titik dasar terakhir Bitcoin sangat mungkin terbentuk di dalam area tersebut.

 

Komentar itu muncul di tengah perdebatan apakah pasar telah mengalami kapitulasi setelah penurunan Bitcoin dari puncak Oktober di dekat US$125.000. Sebagian pelaku pasar berpendapat investor institusional tidak akan membiarkan penurunan lebih dalam yang dapat merugikan klien mereka, sementara yang lain menilai pasar belum sepenuhnya membersihkan leverage.

 

Perdebatan ini mencerminkan meningkatnya ketegangan karena Bitcoin kini bergerak dalam kisaran yang dianggap banyak pihak sebagai area rapuh. Kondisi ini membuat perhatian investor semakin tertuju pada pergerakan mendatang dan arah pasar kripto secara keseluruhan.